Tumor tenggorok ( istilah medisnya Karsinoma Nasofaring
), merupakan tumor yang timbul di daerah antara tenggorokkan bagian
atas dan rongga hidung bagian belakang ( naso = hidung , faring =
tenggorok ).

Tumor tenggorokkan merupakan tumor yang paling sering dijumpai di bidang THT.
Ada beberapa penyebab timbulnya tumor tenggorok :

Disamping itu harus dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorokkan ( secara langsung ). Saat ini alat pemeriksaan sudah cukup baik dengan memakai endoskopi ( istilah medisnya nasofaringoskopi ) dan dilakukan biopsi tumor ( pada daerah yang dicurigai ) untuk mengetahui jenis tumornya ( karena akan berkaitan dengan cara pengobatannya ).
Disamping itu juga dilakukan pemeriksaan dengan foto CT Scan Tenggorok ( Nasofaring ), untuk melihat sampai sejauh mana perkembangan tumornya. Juga dapat dilakukan pemeriksaan darah khusus ( antibodi ) terhadap virus tumor tenggorok ( nama medisnya pemeriksaan Imunoglobulin ( Ig ), IgA anti EA dan Ig anti VCA ).
Pengobatan akan lebih mempunyai keberhasilan yang besar jika tumor dapat diketahui secara dini dan pada saat kondisi badan masih fit.
Pengobatan pada umumnya adalah dilakukan penyinaran pada tumornya ( istilahnya Radiotherapi ) dan juga dengan penyuntikan obat tumor ( istilahnya Kemotherapi ).
Tumor tenggorokkan merupakan tumor yang paling sering dijumpai di bidang THT.
Ada beberapa penyebab timbulnya tumor tenggorok :
- Ras atau bangsa tertentu ; ada beberapa ras/bangsa tertentu yang mempunyai kecenderungan timbulnya tumor tenggorok. Umumnya timbul pada daerah Cina daratan.
- Makanan ; dibeberapa penelitian dikatakan bahwa makanan yang diawetkan ( dengan pengasapan/pengasinan ) dan memakai pengawet ( seperti MSG ), yang dikonsumsi untuk jangka waktu yang lama.
- Virus ; di dalam penelitian virus yang dapat menyebabkan tumor tenggorok namanya virus epstein-bar
- Keturunan ; ada beberapa riwayat keluarga yang menderita tumor tenggorok.
Disamping itu harus dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorokkan ( secara langsung ). Saat ini alat pemeriksaan sudah cukup baik dengan memakai endoskopi ( istilah medisnya nasofaringoskopi ) dan dilakukan biopsi tumor ( pada daerah yang dicurigai ) untuk mengetahui jenis tumornya ( karena akan berkaitan dengan cara pengobatannya ).
Disamping itu juga dilakukan pemeriksaan dengan foto CT Scan Tenggorok ( Nasofaring ), untuk melihat sampai sejauh mana perkembangan tumornya. Juga dapat dilakukan pemeriksaan darah khusus ( antibodi ) terhadap virus tumor tenggorok ( nama medisnya pemeriksaan Imunoglobulin ( Ig ), IgA anti EA dan Ig anti VCA ).
Pengobatan akan lebih mempunyai keberhasilan yang besar jika tumor dapat diketahui secara dini dan pada saat kondisi badan masih fit.
Pengobatan pada umumnya adalah dilakukan penyinaran pada tumornya ( istilahnya Radiotherapi ) dan juga dengan penyuntikan obat tumor ( istilahnya Kemotherapi ).
Pada awal maret 2009 kemarin, saya mengikuti seminar THT di
Jakarta, ada sesuatu yang membuat saya tergelitik untuk menuliskan
tentang Tuli terutama akibat bising di zaman sekarang ini.
Berdasarkan pengamatan dari Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKt), mereka melakukan pengamatan kemungkinan adanya resiko gangguan pendengaran pada usia-usia yang lebih muda.
Dengan banyaknya tempat permainan anak-anak ( seperti time zone atau fun stations ), dilakukan pengukuran derajat kebisingan, ditemukan bahwa ternyata kebisingan di tempat ini berkisar antara 80 – 90 dB. Dimana jika kebisingan antara 85 – 90 dB dapat menyebabkan resiko ketulian ( apabila terpapar kebisingan untuk jangka waktu tertentu ).

Dengan kemajuan teknologi untuk mendengarkan musik ( seperti ipod, mp3 dll ), dengan memakai headset ( handsfree ), tanpa kontrol terhadap suara musik dan lamanya pemakaian, hal tersebut dapat beresiko terhadap pendengaran kita di kemudian hari.

Para pemain musik ( terutama musik keras ) dan pendengarnya, dimana musik yang di dengar melebihi kemampuan telinga untuk menerimanya ( umumnya melebihi 100 dB ), juga mempunyai resiko terhadap gangguan pendengaran.

Ambang batas pendengaran kita menerima bunyi mempunyai batas, makin tinggi derajat kebisingan maka waktu aman bagi pendengaran juga makin sedikit ( seperti pada kebisingan 85 db hanya boleh selama 8 jam perhari, 90 dB selama 2 jam, kebisingan 95 dB selama 45 menit, 100 dB hanya boleh selama 15 menit ).
Oleh karena itu kita harus menyadari bahwa kemampuan telinga kita untuk mendengar itu ada batasanya.
Berdasarkan pengamatan dari Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKt), mereka melakukan pengamatan kemungkinan adanya resiko gangguan pendengaran pada usia-usia yang lebih muda.
Dengan banyaknya tempat permainan anak-anak ( seperti time zone atau fun stations ), dilakukan pengukuran derajat kebisingan, ditemukan bahwa ternyata kebisingan di tempat ini berkisar antara 80 – 90 dB. Dimana jika kebisingan antara 85 – 90 dB dapat menyebabkan resiko ketulian ( apabila terpapar kebisingan untuk jangka waktu tertentu ).
Dengan kemajuan teknologi untuk mendengarkan musik ( seperti ipod, mp3 dll ), dengan memakai headset ( handsfree ), tanpa kontrol terhadap suara musik dan lamanya pemakaian, hal tersebut dapat beresiko terhadap pendengaran kita di kemudian hari.
Para pemain musik ( terutama musik keras ) dan pendengarnya, dimana musik yang di dengar melebihi kemampuan telinga untuk menerimanya ( umumnya melebihi 100 dB ), juga mempunyai resiko terhadap gangguan pendengaran.
Ambang batas pendengaran kita menerima bunyi mempunyai batas, makin tinggi derajat kebisingan maka waktu aman bagi pendengaran juga makin sedikit ( seperti pada kebisingan 85 db hanya boleh selama 8 jam perhari, 90 dB selama 2 jam, kebisingan 95 dB selama 45 menit, 100 dB hanya boleh selama 15 menit ).
Oleh karena itu kita harus menyadari bahwa kemampuan telinga kita untuk mendengar itu ada batasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar